Jumat, 30 September 2011

Makalah Metodologi Pendidikan Agama Islam

STRATEGI  PEMBELAJARAN EFEKTIF
( HAKIKAT DAN TANTANGANNYA )
BY. Kanak Sejomak

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Strategi pembelajaran efektif memang berbeda dengan Strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam jiwa.
A.      Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap
Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berasa di dalam  dunia yang empiris. Pandanngan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itulah nilai pada dasarnya estándar perilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang tentang baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, layak tau tidak layak, dan lain sebagainya, sehingga estándar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang.
Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai pada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang di anggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Douglas Graham (Gulo, 2002) melihat empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilia tertentu, yaitu :
a.        Normativist. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: (1) kepatuhan pada nilai norma itu sendiri, (2) kepatuhan pada proses tanpa memperdulikan normanya sendiri, (3) kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkan dari peraturan itu.
b.        Integralist. Yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
c.        Fenomenalist. Yaitu kepatuha yang berdasarkan suara hati atau sekedar basa-basi.
d.        Hedonist. Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri-sendiri.
Selanjutnya dalam sumber yang sama dijelaskan, dari empat faktor ini terdapat lima tipe kepatuhan, yaitu :
a.        Otoritarian. Suatu kepatuhan tanpa reserve atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
b.        Comformist. Kepatuhan tipe ini memiliki tia bentuk, yaitu : (1) comformist directed, yaitu penyusaian diri terhadap masyarakat atau orang lain, (2) comformist hedonist, yakni kepatuhan yang menyusaikan pada untung-rugi dan (3) comformist integral, yaitu kepatuha yang menyesuaikan kepantingan diri sendiri dengan kepentingan masyarkat.
c.        Compulsive deviant. Kepatuhan yang tidak konsisten.
d.        Hedonik psikopatik. Yaitu kepatuhan pada kekayaan tanpa memperhitungkan kepantingan orang lain.
e.        Supramoralist, kepatuhan karena keyakinan yantinggi terhadap nilai-nilai moral.
Nilai bagi seorang tidaklah statis, akan tetapi selalu berubah. Setiap orang akan menganggap sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh karena itu, maka sistem nilai yang dimiliki seseorang itu bisa di bina dan diarahkan.
Gulo (2005) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut:
v  Nilai tidk bisa di ajarkan tetapi diketahui dari penampilan
v  Perkembangan dominan afekti pada nilai tidak bisa di pisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik.
v  Masalah nilai adalah masalah emocional dan karena itu dapat berubah, berkemban, sehingga bisa di bina.
v  Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu.
Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima dan menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan demikian belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek, berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) dan tidak berharga/berguna.
B.       Proses Pembentukan Sikap
1.        Pola Pembiasaan
Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanam sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Misalnya perilaku mengejek atau perilaku yang menyinggung perasaan anak, maka lama-kelamaan akan timbul rasa benci dari anak tersebut dan perlahan-lahan anak akan mengalihkan sikap negatif itu bukan hanya kepada gurunya itu sendiri, akan tetapi juga kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian untuk mengembalikan sikap positif bukanlah pekerjaan yang mudah memerlukan waktu yang lama.
Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga oleh Skinner melalui teori operant conditioning. Pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan pada proses peneguhan respons anak. Setiap kali anak menunjukkan hadian atau perilaku yang menyenangkan. Lama-kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.
2.        Modeling
Modeling adalah peroses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum. Anak kagum terhadap orang lain, misalnya terhadap guru yang dianggapnya bisa melakukan segala sesuatu yang tidak bisa dilakukannya. Scara perlahan perasaan kagum akan mempengaruhi emosinya dan secara perlahan itu pula akan akan meniru perilaku yang dilakukan oleh idolanya itu.
Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu objek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu di veri pemahaman mengapa hal itu dilakukan.
C.       Model Strategi Pembelajaran Sikap
1.        Model Konsiderasi
Model konsiderasi atau the consideration model di kembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Oleh karena itu.
Implementasi model konsideransi guru dapat mengikuti tahapan pembelajaran seperti di bawah ini.
a.        Menhadapakan sisiwa pada suatu masalah yang mengandung konflik yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
b.        Mintalah siswa untuk menganalisis situasi masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak, tapi juga yang tersirat dalam permasalahan tersebut.
c.        Menyuruh siswa untuk menuliskan tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi.
d.        Mengajak siswa untuk menganalisis respons orang lain serta membuat katagori dari setiap respons yang diberikan siswa.
e.        Mendorong sisw untuk merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan yang di usulkan siswa.
f.         Mengajak siswa untuk memandang permasalahan dari berbagai sudut pandang (interdisipliner) untuk menambah wawasan agar mereka dapat menimbang sikap tertentu dengan nilai yang dimilikinya.
g.        Mendorong siswa agar merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan pertimbangan sendiri.
2.        Model Pengembangan Kognitif
Model pengembangan kognitif atau the cognitive development model, dikembangkan oleh Lawrence kohlberg. Model ini banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu.
Menurut kohlberg, moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat yaitu:
a.        Tingkat prakonvensionl
b.        Tingkat convensional
c.        Tingkat postkonvensional
3.        Teknik Mengklarifikasi Nilai
Tehnik mengklarifikasi nilai atau value clarification technique atau serng disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses mengnalisis nilai yang suda hada dan tertanam dalam diri siswa.
Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu moddel dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses análisis nilai yang suda hada sebelumnya dalam diri siswi kemudian menyelaraskan dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan.
VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral VCT bertujuan:
a.        Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.
b.        Membina kesadaran sisa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian divina kearah peningkatan dan pembetulannya.
c.        Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai akan menjadi milik siswa.
d.        Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, beserta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
John Jarolemik (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan CVT dalam 7 tahap yang dibagi menjadi 3 tingkatan.
1.        Kebebasan memilih
a.        Memilih secara bebas
b.        Memilih dari beberapa alternatif
c.        Memilih setelah dilakukan análisis pertimbangan.
2.        Menghargai
a.        Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya.
b.        Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum.
3.        Berbuat
a.        Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.
b.        Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya.
Beberapa hal yang harus di perhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui prosoes dialog :
v  Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat.
v  Jangan memaksa siswa untuk memberi respon tertentu apabila siswa tidak menghendakinya.
v  Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka
v  Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas.
v  Hindari respon yang dapat menyebabkan siswa terpojok.
v  Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.
v  Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
D.      Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif
Proses pembelajaran dan pembentukan akhlak memiliki beberapa kesulitan.
1.        Selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual.
2.        Sulitnya melakukan control karena banyaknya factor yang mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
3.        Keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dieveluasi dengan segera.
4.        Pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan abeka pilihan program acara, berdampak pada pembentukan karekter anak.

0 komentar:

Posting Komentar